Hal-hal yang turun bersama air dari shower head

Christyaputri
2 min readOct 26, 2022

--

Prawirotaman, Yogyakarta

Sudah empat hari lampu kamar mandi mati sejak kepulanganku dari Yogyakarta. Entah mengapa aku enggan minta tolong Mbak indekos untuk menggantikannya dengan bohlam yang baru. Padahal, dulu gelap adalah musuh besarku. Pernah ada satu periode waktu satuan tahun, aku tak berani tidur dalam keadaan gelap sebab aku percaya ada hantu perempuan di sudut kamar yang akan berubah jadi debu di atas pukul tiga dini hari.

Gelap adalah simbol ketidakpastian — yang ironisnya adalah satu-satunya yang pasti dalam hidup ini. Penderitaan, misalnya. Harapan, misalnya. Atau seperti halnya malam sebagai perwakilan dari kegelapan, ia pasti datang dengan gagah berani selepas membunuh sore. Maka dalam gelap sekalipun, manusia mencari terang — lampu, lilin, senter handphone — agar hal-hal dapat kelihatan dengan mata telanjang.

Tapi hari-hari ini kuhabiskan dengan menyikat gigi, cuci muka, buang air, dan mandi gelap-gelapan. Satu-satunya peneranganku ialah balok cahaya tipis yang masuk dari celah antar engsel pintu, menembus tirai, lalu menabrak mataku yang kadang-kadang tengah melamun. Kau tahu, mandi gelap-gelapan rupanya menyenangkan, atau lebih tepatnya tanpa huruf y alias menenangkan. Ada indra perasa yang bukan kulit dan lidah, aktif.

Sebelum lampu kamar mandi mati, aku melihat hal yang sama setiap hari: sebuah pola berulang pada keramik dinding yang membentuk ilustrasi dua dimensi perempuan dengan sebatang rokok pada bibirnya, berhadapan dengan laki-laki yang lebih tinggi darinya, seolah sedang berdansa. Tapi mereka tak kulihat beberapa hari terakhir ini. Seolah aku mandi tutup mata padahal tidak, dan satu-satunya yang bisa kulihat adalah perasaanku.

Aku tak lagi melihat ke luar, melainkan ke dalam. Suasana kamar mandi jadi zen layaknya tempat refleksi kaki yang remang dengan suara air mengisi seluruh sudut ruangan. Mungkin air memang ditugaskan bumi untuk jadi prajurit ketenangan. Kalau sedang marah, disuruh minum dulu. Sedang creative block, disuruh cuci muka dulu. Kegerahan, disuruh mandi dulu. Dipadupadankan dengan gelap, jadilah damai.

Kata Pandu, pengalaman merasakan hantu sebetulnya jadi berharga, sebab kita percaya pada perasaan kita. Kita mampu merasakan hal-hal di luar lima indra manusia. Yang artinya, kita bisa menelaah dan mengolah apa yang ada dalam hati. Sejak hari itu kusebut-sebut ia sebagai pengalaman rasa. Sebenarnya tadi mau cerita tentang kesepian dan tetek bengeknya. Tapi kenapa malah jadi cerita kamar mandi, ya?

--

--