Marah-marah jelang akhir pekan

Christyaputri
1 min readOct 10, 2022

--

Hari-hari beli kopi Fore sampai miskin.

Tanpa basa-basi, kita mulai, ya. Tulisan ini dibuat sambil merasa:

Jijik melihat selebriti Instagram yang berlagak bak pencetus segalanya. Misuh-misuh dalam hati sebab sopir ojek online menyetir sangat lamban, padahal, ‘kan, aku buru-buru. Tak sudi pernah dimanipulasi seorang narsisis. Tak sudi menerima kenyataan bahwa akupun pernah jadi orang yang seperti itu! Marah karena kesenangan festival musik bisa kedaluwarsa dilahap waktu. Jumat ini keriaan akan dengan mudah digantikan dengan festival musik yang baru, yang tak kuhadiri.

Di antara riuh yang teriak-teriak merongseng dadaku, tetap saja aku tak bisa melupakanmu.

Entahlah. Jangan-jangan, tulisanku yang lalu adalah bentuk manifestasi? Bahwa Kamis betul-betul menyerupai gunung api dan aku ingin muntah seribu kali. Kutepis perasaan ini seribu kali pula — menutup hari dengan menonton Ngeri-Ngeri Sedap sampai sakit kepala, semata-mata untuk menggantikan amarah dalam satu hari. Impas, pikirku. Tapi, memangnya kenapa kalau marah-marah? Kata David Bayu, marah dengan kesadaran itu tak apa. Maka jadilah tulisan ini sesuai kehendak mantan vokalis Naif.

Sebentar lagi sudah harus tidur. Bagaimana akhir pekanmu?

--

--